KPK Keluarkan SE Terbaru, Para Pegawai dan Pejabat Wajib Tahu Isinya, Ada Aturan Terbaru!
Sebarkan artikel ini
Wartasaburai.com – KPK menegaskan tetap memiliki wewenang menyelidiki dugaan korupsi di BUMN.
Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam surat edaran (SE) yang telah diterbitkan pada awal Mei 2025.
ADS
IKLAN
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan SE tersebut menjadi acuan bagi seluruh pegawai lembaga antirasuah.
“Surat edaran diterbitkan oleh pimpinan pada awal Mei ini sebagai bentuk komitmen sekaligus pedoman bagi seluruh unit kerja di lingkungan KPK pasca diterbitkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2025 terkait dengan BUMN,” ungkapnya, Rabu (21/5/2025).
Menurutnya, SE tersebut menegaskan bahwa KPK tetap berwenang melakukan penindakan, pencegahan, pendidikan, serta koordinasi dan supervisi terhadap kasus korupsi di BUMN.
Budi mengatakan jajaran Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas pada BUMN merupakan penyelenggaraan negara, termasuk kerugian di BUMN adalah bagian dari kerugian negara.
Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Oleh sebab itu, SE bagi lingkungan inner KPK tersebut untuk meyakinkan dan menegaskan kembali sikap KPK yang telah disampaikan kepada publik.
Sebelumnya, KPK menyoroti Pasal 9G UU BUMN yang menyatakan Anggota Direksi atau Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.
Ketentuan tersebut dinilai kontradiktif dengan ruang lingkup penyelenggara negara yang diatur dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 2 angka 7 beserta Penjelasannya dalam UU 28/1999.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan UU 28/1999 merupakan hukum administrasi khusus terkait pengaturan penyelenggara negara yang memang bertujuan untuk memerangi KKN.
“Maka sangat beralasan jika dalam konteks penegakan hukum tindak pidana korupsi berkenaan dengan ketentuan penyelenggara negara KPK berpedoman pada UU Nomor 28 Tahun 1999,” ujarnya.
Terlebih, dalam penjelasan Pasal 9G UU BUMN dirumuskan ketentuan tidak dimaknai bahwa bukan merupakan penyelenggara negara yang menjadi pengurus BUMN statusnya sebagai penyelenggara negara akan hilang.
Menurut Setyo, ketentuan tersebut dapat dimaknai space penyelenggara negara tidak akan hilang ketika seseorang menjadi pengurus BUMN.
Dengan demikian, pihaknya menyimpulkan Anggota Direksi/Dewan Komisaris/Dewan/Pengawas BUMN tetap merupakan Penyelenggara Negara sesuai UU 28/1999.
Sebagai penyelenggara negara, mereka pun wajib melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke KPK dan penerimaan gratifikasi.
Setyo juga menyinggung Pasal 4B UU BUMN terkait kerugian BUMN bukan kerugian keuangan negara serta Pasal 4 ayat 5 mengenai modal negara pada BUMN merupakan kekayaan BUMN.
Menurutnya, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor: forty eight/PUU-XI/2013 dan 62/PUU-XI/2013 yang kemudian dikuatkan dengan putusan nomor: 59/PUU-XVI/2018 dan 26/PUU-XIX/ 2021 menjadi acuan dan telah menjadi akhir dari polemik kekayaan negara yang dipisahkan.
MK menyatakan konstitusionalitas keuangan negara yang dipisahkan tetap merupakan bagian dari keuangan negara.
Dalam hal ini termasuk BUMN yang merupakan derivasi penguasaan negar sehingga segala pengaturan di bawah UUD tidak boleh menyimpang dari tafsir konstitusi MK.
KPK pun menyimpulkan kerugian BUMN merupakan kerugian keuangan negara yang dapat dibebankan pertanggungjawabannya secara pidana (TPK) kepada Direksi/Komisaris/Pengawas BUMN.