BERITANASIONAL

Himbauan Bagi yang Pakai Nomor WhatsApp, Waspadai Modus Baru Ini

blank
×

Himbauan Bagi yang Pakai Nomor WhatsApp, Waspadai Modus Baru Ini

Sebarkan artikel ini
Himbauan Bagi yang Pakai Nomor WhatsApp, Waspadai Modus Baru Ini

Wartasaburai.com – Satu video yang diunggah akun Instagram @uptodateinfo pada Sabtu (5/7/2025) menampilkan modus penipuan lewat scan QRIS yang dikirim by approach of WhatsApp.

Seorang perempuan dalam video itu mengaku rugi Rp1.010.000 akibat penipuan.

ADS
IKLAN

“Setelah menjadi korban saat belanja on-line, wanita ini ceritakan m0dus pen1-pu4n baru agar tidak ada lagi korbannya,” bunyi keterangan dalam unggahan.

Perempuan itu bercerita, peristiwa penipuan tersebut terjadi setelah dirinya berbelanja sampo seharga Rp 10.000 di aplikasi TikTok.

Setelah itu, ada nomor WhatsApp yang mengaku dari pihak ekspedisi menghubunginya.

“Aku angkat dan dia ngomong kalau paket atas nama aku salah kirim atau tertukar dengan pelanggan yang lain,” kata korban.

Pelaku pun mengaku bahwa hal tersebut bukan kesalahan toko, melainkan pihak ekspedisi yang salah memasukkan nomor. Pelaku juga mengirimkan nomor resi palsu kepadanya.

“Terus dia bilang ‘Kakak bersedia enggak menerima refund, jadi nanti kita ruin secara otomatis’,” ucap korban.

Korban pun diminta untuk scan barcode QRIS yang telah disediakan oleh pelaku. Sebelum scan, sang korban diminta login ke akun cell banking Mandiri miliknya terlebih dahulu.

Setelah berhasil masuk ke Mandiri, korban scan barcode tersebut dan muncul nominal sebesar Rp 1.010.000.

“Terus aku tanya ‘Ini kalau refund berarti kamu kasih ke aku itu sejumlah Rp 1.000.000, apa enggak kebanyakan Mas?’,” ujar korban.

Pelaku pun menjawab tidak apa-apa dia mengirim uang Rp 1.010.000. Nanti, korban tinggal mentransfer balik sebesar Rp 1.000.000.

“Nah di dalam itu kan kalau scan itu berarti dia kirim kan, terus udah kan. Dari situ aku kok ngerasa aneh, akhirnya aku cek, saldo aku kepotong Rp 1.010.000,” tutur korban.

Pakar keamanan siber, Alfons Tanujaya menyebut, pelaku menggunakan modus penipuan QRIS Transfer.

Dia mengungkapkan ada dua metode dalam QRIS, yakni QRIS Bayar dan QRIS Transfer.

“Bedanya kalau QRIS Bayar, kita scan QRIS dari penjual, bisa QRIS statis (nominal pembayaran bisa diatur) atau QRIS dinamis (nominal sudah tertera dalam pembayaran),” kata dia kepada Kompas.com, Senin (7/7/2025).

“Kalau QRIS Transfer, kita scan QRIS dari pengguna QRIS yang lain dan akun kita terdebet (langsung). Terdebet artinya akun kita ditarik dananya,” sambungnya.

Alfons mengatakan, modus itu dilakukan dengan pertama-tama pelaku membuat QRIS di cell banking-nya sendiri dengan menentukan nominal tertentu.

Setelah itu, penipu mengaku sebagai karyawan ekspedisi untuk menghubungi korban dan memberikan QRIS tersebut.

“Maka akun yang melakukan scan akan melakukan transfer sebesar nominal yang dimasukkan (yang telah ditentukan oleh pelaku,” ucap Alfons.

Sementara untuk kemungkinan penipu bisa mendapatkan records korbannya, yaitu dengan menyamar sebagai penjual di TikTok. Caranya adalah dengan melakukan penjualan barang murah yang banyak diminati masyarakat secara umum. Sehingga sejak awal penjualan itu sudah ditujukan untuk memulai aksi penipuan.

“Ketika korbannya membeli, ia akan mendapatkan records korbannya seperti nomor WhatsApp,” ujar Alfons.

Dia menilai bahwa korban yang memang membeli barang murah dari TikTok tentunya tidak curiga dan mudah percaya.

Namun karena kurang teliti, maka dia tertipu dengan rekayasa sosial tersebut dan saldo rekeningnya ditarik oleh pelaku.

“Sebenarnya ketika kita scan dan muncul pop up-nya, maka ada informasi apakah kita terima uang atau bayar uang,” tutur Alfons.

“Jadi memang harus ekstra hati-hati ketika melakukan scan QRIS,” imbuhnya.

Alfons mengimbau agar masyarakat bisa lebih berhati-hati setiap kali melakukan transaksi terhadap barang-barang murah di media sosial atau e-commerce.

Masyarakat juga harus lebih berhati-hati kepada siapapun yang menghubungi, apalagi yang hingga meminta scan kode QR atau records, serta menjalankan aplikasi, dan hal-hal lainnya.

“Karena transaksinya rentan digunakan untuk rekayasa sosial,” pungkas Alfons.